Hakekat
Kehidupan memang selalu bergerak dan berubah , dan perubahan adalah
sesuatu yang pasti di Alam semesta . Begitupun Manusia , Manusia terus
bergerak baik itu gerakan berupa perubahan fisik maupun mental dan
dalam prosesnya manusia akan mengalami absurditas(Ketidakpastian). Dunia
memang sebuah absurditas(ketidakpastian) yang tak tentu kemana arahnya .
dan dalam prosesnya tersebut terkadang. Ketidakpastian ini membawa
manusia pada zona nyaman dan juga tidak nyaman dan hal tersebut selalu
berputar bagaikan roda . Dalam kondisi manusia inilah saya menyebutnya
sebagai Keterasingan .Semua
manusia pasti akan mengalami keterasingan , keterasingan adalah suatu
kondisi ketika manusia mengalami titik yang paling rendah dalam
hidupnya baik itu mengalami kejenuhan , keputusasaan , kecemasan ,
galau dan berbagai bentuknya yang lain.Ketidakpastian, akan selalu
dialami oleh manusia sebagaimana yang disebutkan oleh Albert Camus (The Stranger) bahwa manusia senantiasa mencari kepastian dalam hidupnya namun mereka terjebak dalam dunia yang tidak pasti sedangkan Martin Heidegger (Being And Time) menyebutkan
bahwa manusia akan selalu mengalami kecemasan (Angst) dalam menjalani
proses kehidupan. Ketidakpastian kehidupan akan membawa manusia kepada
keterasingan , dan keterasingan sebagai bagian antitesis manusia dalam
menjalani proses kehidupannya.
Keterasingan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia
bahkan ada yang mengatakan bahwa saat –saat keterasingan adalah Prime
Time manusia atau waktu yang paling berharga bagi manusia . Ketika
manusia mengalami keterasingan manusia akan mencoba merenung , dan
mencari sebuah pemecahan atas masalah yang dia hadapi , manusia akan
mencoba melihat sisi terdalam dalam dirinya dan merefleksi semua yang
terjadi . Keterasingan ini adalah hal yang sangat krusial pada manusia
dan menyebabkan 2 kemungkinan , di satu sisi keterasingan akan membawa
manusia untuk menyerah pada realitas dan disisi lain akan membawa
manusia untuk memberontak terhadap realitas . Namun dalam
keterasingannya manusia cenderung menyalahkan dirinya atas apa yang
terjadi dan mencoba kembali untuk mengikuti arus realitas disekitarnya
dan tidak melakukan perubahan, bukannya mencoba melakukan pembacaan
ulang atas apa yang terjadi dalam kehidupannya dan mengambil sebuah
kesimpulan dan tindakan ,Mereka saya sebut sebagai Para Manusia
Status-Quo. Manusia yang selalu mengikuti arus realitas disekitarnya
dapat disebut sebagai Manusia yang Pro-status-quo , yaitu Manusia yang
terus-menerus mengikuti realitas kehidupannya sehingga yang terjadi
adalah pemaknaan terhadap dirinya akan kosong dan hampa dan seakan-akan
nilai kemanusiaan dalam dirinya hampir tidak terlihat, mereka tidak
peduli dengan apa yang ada , dan cenderung hanya ingin mengamankan
hasrat-libido nya. Manusia-Manusia pro-status-quo akan selalu menjaga
dan mendukung sistem dan doktrin dimana dia hidup agar kelangsungan
hidupnya terjaga , sehingga akan menghasilkan manusia yang serba sinis
dan bermental penjilat serta bermoralitas tuan-budak . Keterasingan
seharusnya membuat manusia memberontak dan melawan realitas yang ada
sehingga kehidupan manusia bisa dimaknai dan manusia dapat menyadari
kemanusiannya . Status-Quo akan membawa pada kehampaan makna hidup ,
layaknya manusia tanpa jiwa yang hampir mirip dengan hewan yang selalu
mengulang-ulang rutinitasnya (hidup-mencari makan-berkembang biak-mati)
yang semata-mata pemenuhan insting/hasrat belaka Manusia pro-status quo
adalah mereka yang terjebak pada realitas yang mereka ciptakan sendiri .
Idiom-idiom status quo diciptakan melalui pemaksaan , kekerasan ,
terror , ketakutan , dan bahkan secara halus melalui doktrin-doktrin .Louis Althusser menyebutkan bahwa yang menggunakan kekerasan diebut RSA (Represif state Aparatus) misalnya : Aparat Kepolisian dan tentara , sedangkan yang menggunakan doktrin-doktrin yang bersifat lebih halus disebut sebagai ISA(Ideological State Aparatus) misalnya
pendidikan ,dimana tujuannya sama yaitu melanggengkan suatu kuasa atau
domain ideologis tertentu yang ujungnya akan menjadi Kondisi Status
–Quo , begitupun manusianya.
Para Manusia Hebat adalah manusia-manusia yang mengalami keterasingan ,
dan menyadari keterasingannya dan berani melawan realitas disekitarnya
dan membuat pemaknaan baru . Kita Mengenal Muhammad atas perlawanannya terhadap kaum Quraisy dan dia mengalami keterasingannya di Gua Hira , Musa kita kenal karena perlawanannya terhadap Bangsa Mesir , dimana keterasingan dia alami saat dia Menjadi Pengembala , ada pula Soekarno yang
melawan Imperialisme asing , dan mengalami keterasingannya di Flores
(Ende) . Para Manusia hebat tersebut melakukan evaluasi terhadap
dirinya dan realitas yang ada disekitarnya , mereka melakukan perenungan
dan pembacaan secara mendalam terhadap realitas yang pada akhirnya
membawanya pada pemecahan masalah dan berujung pada perubahan. Merekalah
manusia-manusia yang menyadari keterasingannya.
Keterasingan
merupakan jeda – jeda (Spasi) dalam sebuah realitas kehidupan
,keterasingan akan mengevaluasi perbuatan manusia , apakah realitas
tersebut membawa sebuah makna bagi kehidupannya ataukah sama sekali
tidak membawa makna dan perubahan . Spasi atau jeda akan membedakan dan
memberikan ruang antara yang satu dan yang lain dan memberikan warna
tertentu , tentunya perbedaan dan perubahan adalah dua hal yang saling
terkait sangat erat . Spasi atau jeda (keterasingan) akan membuat kita
lebih leluasa memaknai hidup yang terjadi, selanjutnya perbedaan –
perbedaan akan terus berdialektika untuk menghasilkan suatu perubahan .
Beda halnya dengan Dunia yang diciptakan manusia status quo (Dalam
defenisi paling luas), dimana segala sesuatunya serba datar, berulang
dan seragam atau sama , dimana perbedaan dan jeda hampir tidak ada
sehingga perubahan juga hampir tidak ada roda kehidupan terus berputar
seperti lingkaran setan, status quo seperti penjara kemanusiaan ,
manusia hanya fokus untuk melanjutkan kehidupannya bukannya memaknai
hidupnya.Saya yakin bahwa aktor yang dimaksud Alain Badiou (Being & Event) yang akan melakukan perubahan atau peristiwa (Event)
dalam kekosongan/status-quo adalah Para Manusia yang terasing – atau
para manusia yang sedang mengalami kekosongan (perenungan –
keterasingan) . Dalam kondisi realitas yang sedang mengalami kekosongan
(Menurut term Badiou) , (Jika ada aktor yang bisa ) akan terjadi
peristiwa atau event yaitu penciptaan sebuah kebenaran baru atau
realitas baru. Begitupun konsep Ubermansch (Manusia Super) menurut Friedrich Nietzche adalah mereka yang berani melawan realitas membentuk sebuah pemaknaan baru.
Manusia
bukanlah sesuatu yang tergeletak begitu saja di dunia ini , Manusia
adalah makhluk yang bermukim di dunia , Manusia amat sangat berbeda
dengan makhluk lainnya , Manusia tidak sekedar hidup (Life) , tapi juga Ada-Mengada (Exist)
. Hanyalah manusia yang mengalami keterasingan , keterasingan manusia
harus dimaknai sebagai sebuah evalusi proses kehidupan sehingga kita
bisa memaknai hidup yang amat berharga ini , bukannya terjebak pada
dunia , tapi memanfaatkan kutukan yang bernama Kebebasan
dan memaknai hidup dan terus-menerus melakukan hal yang bermanfaat bagi
Manusia lainnya dan juga alam , kita akan berevolusi bersama alam (Nature Co-evolution) dan berevolusi bersama manusia lainnya (Social Co-evolution) dan mari kita menciptakan sebuah Dunia yang Egaliter
, sebuah dunia dimana semua manusia bisa hidup didalamnya (sebuah dunia
tanpa kelas) . Dunia seperti inilah yang akan selalu dicari umat
manusia sepanjang sejarah , beberapa orang hebat telah menciptakan proto type dunia yang seperti ini , Mulai dari Musa, Muhammad , Soekarno, dan sebagainya .
Mereka adalah orang-orang yang memaknai keterasingannya . Masihkah kita
mengalami keterasingan pada hari ini dan memaknainya? ataukah kita
justru tidak memaknainya dan menjadi pro-statusquo ? Yah , itu pilihan
anda . Berbahgialah para manusia yang terasing .
AYUB GASALI
AYUB GASALI
0 comments:
Post a Comment