One-Dimensional Man atau Manusia
Satu Dimensi, adalah salah-satu buku fenomenal dan terlaris yang ditulis oleh
Herbert Marcuse. Judul buku tersebut dapat dikatakan sebagai kesimpulan umum
dari keseluruhan isinya. Melalui karya ini, Marcuse ingin mengatakan, yang
sekaligus mengritik, bahwa manusia modern adalah manusia berdimensi satu.
Mengacu pada konteks penulisannya, buku ini merupakan hasil dari studi Marcuse yang menganalis secara kritis masyarakat industri modern seperti Amerika, Eropa dan Uni Soviet. Namun bukan berarti uraian-uraiannya tak punya relevansi bagi kawasan-kawasan lain di dunia.
Pemikiran Herbert Marcuse bertautan dengan suasana filsafat Hegelian dan Marxisme. Marx dan Hegel memandang filsafat sebagai suatu usaha untuk mengerti masyarakat dan periode sejarah di masa hidupnya. Marcuse mengambil semangat revolusi Marx, sebagai keinginan agar dengan pemikiran filosofisnya ia dapat menyumbangkan terjadinya perubahan radikal dalam masyarakat.
Penindasan Manusia Dalam Masyarakat Industri Modern.
Mengacu pada konteks penulisannya, buku ini merupakan hasil dari studi Marcuse yang menganalis secara kritis masyarakat industri modern seperti Amerika, Eropa dan Uni Soviet. Namun bukan berarti uraian-uraiannya tak punya relevansi bagi kawasan-kawasan lain di dunia.
Pemikiran Herbert Marcuse bertautan dengan suasana filsafat Hegelian dan Marxisme. Marx dan Hegel memandang filsafat sebagai suatu usaha untuk mengerti masyarakat dan periode sejarah di masa hidupnya. Marcuse mengambil semangat revolusi Marx, sebagai keinginan agar dengan pemikiran filosofisnya ia dapat menyumbangkan terjadinya perubahan radikal dalam masyarakat.
Penindasan Manusia Dalam Masyarakat Industri Modern.
Ciri
khas dari masyarakat industri modern adalah peranan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Rasionalitas zaman ini adalah rasionalitas teknologi. Segalanya
dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat,
dimanipulasi dan ditangani.
Instrumentalisasi
menjadi semacam kata kunci dalam pandangan teknologis. Manusia menciptakan,
memanipulasi dan memeralat benda-benda, alam serta mesin-mesin, untuk
memudahkan hidupnya. Di saat yang sama, hal itu juga berlangsung di wilayah
politik dan kultural. Di sinilah manusia dan masyarakat tak terkecuali berada
dalam penguasaan dan manipulasi teknologi.Selain instrumentalisasi, ilmu
pengetahuan modern juga ditandai dengan istilah operasionalisasi. Maksud dari
operasionalisasi ini menyatakan, ilmu-ilmu pengetahuan hanya berguna sejauh
dapat diterapkan dan bersifat operabel. Ini tampak dalam penelitian sosial, di
mana setiap perubahan yang sifatnya kualitatif disingkirkan.
Marcuse
mengambil contoh di bidang penelitian sosial pada sebuah studi tentang relasi
kerja dalam pabrik Western Electric Company di Hawthrorne. Ketika mendengar
karyawan-karyawan pabrik ini mengeluhkan gaji yang tak cukup, para peneliti
menganggap keluhan ini terlalu kabur. Karanenya perlu dioperasionalisasikan.
Artinya, perlu diterjemahkan dalam situasi dan tingkah laku yang konkrit.
Misalnya,
saudara X mengeluh gajinya tak cukup. Itu berarti ia tak sanggup memenuhi
kebutuhan sehari-hari rumah tangganya, diantaranya berobat, pakaian atau biaya
pendidikan anak-anaknya dan lain-lain. Solusi dari kesulitan-kesulitan ini
ialah perusahaan membentuk badan kesejahteraan sosial yang menangani
kasus-kasus serupa. Singkatnya, masalah atau kesukaran disingkirkan tanpa
mengubah struktur masyarakat. Sistem tetap dipertahankan. Dengan demikian,
menurut Marcuse, ucapan para buruh “gaji tak cukup sama sekali berubah artinya.
Marcuse
mengungkapkan, dewasa ini yang terjadi bukanlah manusia menindas manusia
lainnya, golongan tertentu menindas golongan lainnya. Tak ada lagi orang atau
golongan yang ditunjuk sebagai penindas. Melainkan terdapat suatu sistem
totaliter yang menguasai semua orang, seluruh realitas alamiah dan sosial. Tak
ada orang yang dapat memengaruhi sistem anonim itu. Sistem yang tampak dalam
segala bidang ini, menonjolkan diri baik di negara-negara maju maupun di negara
berkembang.Satu dimensinya masyarakat industri semakin jelas dengan berubahnya
sama sekali peranan kaum buruh. Dahulu Marx berfikir bahwa kemiskinan kaum
buruh akan bertambah parah dan luas. Pada akhirnya kapitalisme akan ambruk.
Dengan ini, lahirlah suatu masyarakat baru tanpa kelas.Harapan itu tak
terpenuhi. Kaum buruh telah kehilangan semangat revolusionernya. Mereka sudah
menjadi konsumen yang memiliki mobil, TV dan berbagai fasilitas yang tak beda
dengan kaum borjuis.
Teknologi
Bagi Marcuse, teknologi bukan
merupakan sesuatu yang bebas nilai atau netral. Sistem teknologis membangkitkan
pada manusia keinginan-keinginan yang diperlukan, sistem dapat memertahankan
diri dan terus berkembang.Dengan teknologi, manusia dapat memeroleh apa yang
diinginkan. Namun pada dasarnya, apa yang diinginkan manusia hanyalah apa yang
dikehendaki sistem itu sendiri. Ini seperti lingkaran setan yang menjepit
manusia. Di satu sisi, produktivitas semakin besar untuk memungkinkan konsumsi
yang makin besar pula. Di lain sisi, satu-satunya alasan konsumsi ialah menjamin
berlangsungnya produktivitas.
Manusia modern mengira, ia
benar-benar bebas dan ia hidup dalam dunia yang menyajikan
kemungkinan-kemungkinan untuk dipilih dan direalisasikan. Tapi pada
kenyataannya, apa yang dikehendaki manusia sebenarnya hanyalah apa yang yang
didiktekan kepadanya. Dengan kata lain, manusia tidak membuat dan memilih lain
daripada apa yang dianggap perlu oleh sistem teknologis yang totaliter untuk
memertahankan dirinya.Berbagai jenis kebebasan merebak di negara-negara maju.
Kebebasan pers, kebabasan pendapat, berkumpul dan sebagainya hampir tanpa
batas. Tapi demikian, massa besar tidak kritis. Berbagai kritik ditolerir
dengan leluasa, tapi dengan segera dilumpuhkan juga. Itu karena hal ini segera
menjadi hal menarik untuk dikonsumsi dalam bentuk hiburan kultural dan sensasi.
Terdapat privasi yang serentak juga privasi itu ditiadakan dengan cetak dan
elektronik. Terdapat waktu luang yang banyak dengan banyaknya waktu libur,
sekaligus bersamaan waktu luang itu diberi tempat dan diberi tempat dalam
proses konsumsi, melalui acara TV, biro-biro perjalanan, pariwisata, dan
iklan-iklan lainnya. Tak ada lagi kelas sosial dalam membuang waktu berlibur.
Baik kaum buruh maupun borjuis, mereka seolah bebas memilih tempat pariwisata
mereka. Padahal mereka tak berbuat lain daripada pergi ke tempat yang telah
disuruh oleh publisitas periklanan.
Seksualitas
Manusia
modern merasa bebas dan dibebaskan secara istimewa dalam hal seksualitas.
Berbagai istilah revolusi seksual pun dengan lantang berkumandang diberbagai
penjuru masyarakat. Namun ini juga hanya tak lain dari sekadar tipu muslihat
dari sistem totaliter.
Hal itu adalah salah-satu bentuk toleransi, yang seakan-akan menyajikan kebebasan seluas-luasnya. Padahal maksudnya tak lain adalah menindas atau menguasai. Ketika emansipasi telah dialami secara langsung pada wilayah terbatas, maka ia tidak akan memberontak melawan sistem sebagai keseluruhan. Dengan kata lain, kebebasan itu dijadikan alat untuk menguasai. Marcuse menyebut fenomena ini dengan istilah toleransi represif. Sebuah toleransi yang menandai masyarakat modern.
Hal itu adalah salah-satu bentuk toleransi, yang seakan-akan menyajikan kebebasan seluas-luasnya. Padahal maksudnya tak lain adalah menindas atau menguasai. Ketika emansipasi telah dialami secara langsung pada wilayah terbatas, maka ia tidak akan memberontak melawan sistem sebagai keseluruhan. Dengan kata lain, kebebasan itu dijadikan alat untuk menguasai. Marcuse menyebut fenomena ini dengan istilah toleransi represif. Sebuah toleransi yang menandai masyarakat modern.
Tiga Penentu Satu Dimensi
Masyarakat
industri maju adalah masyarakat berdimensi satu. Pemikiran yang mereka
praktikan pun adalah pemikiran berdimensi satu. Mereka tak mengenal betul
adanya oposisi ataupun alternatif. Kondisi ini bisa dilihat dari fenomena
partai-partai politik, yang seolah menawarkan berbagai perbedaan dan perubahan.
Tapi kenyataannya, secara praksis tak ada bedanya antara partai satu dengan
yang lain. Tak terkecuali dengan partai yang memiliki dasar ideologi sangat
berlawanan. Semua telah menjadi mekanisme yang mengumpulkan suara-suara, supaya
sejumlah elit politik dapat memertahankan kekuasaannya.
Pemikiran berdimensi satu secara
sistematis telah menjalar pada para kepala politik dan penguasa. Mereka
menguasai media massa. Manusia modern diindoktrinasi dengan slogan-slogan yang
didikte begitu saja.
Perbedaan antara paham besar dunia,
yakni sosialisme dan kapitalisme menjadi sangat tipis sekali. Sistem totaliter
teknologis telah menguasai keduanya, yang ditentukan oleh trio yang terdiri
dari ekonomi – politik – ilmu pengetahuan. Pada kedua belah pihak, trio tersebut
telah bekerja keras menghasilkan persenjataan yang dahsyat. Apalagi, keduanya
juga saling membutuhkan satu sama lain, supaya masing-masing terus bertahan.
Persenjataan dibuat dengan tujuan agar tak ada pertempuran. Sehingga antara
perdamaian dan peperangan memiliki hubungan erat.Menurut Marcuse, ini bukti
bahwa masyarakat modern secara fundamental bersifat rasional dalam
bagian-bagiannya, tapi irasional secara keseluruhan.
Kritik Atas Positivisme dan Filsafat Analitis.
Kritik Atas Positivisme dan Filsafat Analitis.
Marcuse
mengeritik aliran-aliran filosifis seperti positivisme dan filsafat analitis.
Menurutnya, mereka mematikan pemikiran negatif. Selanjutnya, aliran-aliran
semacam itu tak berbuat lain daripada menyesuaikan diri dengan realitas yang
ada. Dengan demikian, filsafat memihak pada status quo dan tak akan pernah
menghasilkan perubahan kualitatif dalam masyarakat.
Solusi Menuju Masyarakat Baru.
Solusi Menuju Masyarakat Baru.
Tak
seperti Jean Jasque Rousseau menanggapi jamannya dengan romantisismenya yang
ingin kembali ke keadaan asali. Marcuse memberi tempat pada ilmu pengetahuan,
teknologi dan industri modern. Semua itu tetap perlu bagi masyarakat yang akan
datang. Sebab dengan itu, baru dimungkinkan untuk mengurangi pekerjaan dan
memuaskan semua kebutuhan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tak harus dibuang, melainkan diubah secara kualitatif. Sehingga timbul juga masyarakat yang kualitatif lain. Selain itu, rasio sendiri juga harus berfungsi lain. Rasio harus berfungsi meniggalkan logika penguasaan dan memajukan seni hidup.
Untuk memerjuangkan masyarakt baru, secara konkret Marcuse menunjuk dua hal. Pertama, perlu sebisa mungkin orang mengurangi kekuasaan, yang menjadi konsentrasi kekuasaan dalam sistem yang mengurung selama ini. Kedua, mengurangi perkembangan yang berlebihan. Maksudnya, menolak kebutuhan-kebutuhan palsu, yang secara artifisual dibangkitkan oleh sistem produksi modern dan meninggalkan semua usaha untuk makin meningkatkan mutu kehidupan. Untuk memerjuangkan masyarakat kualitatif lain, oang harus mulai dengan mengurangi yang kuantitatif.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tak harus dibuang, melainkan diubah secara kualitatif. Sehingga timbul juga masyarakat yang kualitatif lain. Selain itu, rasio sendiri juga harus berfungsi lain. Rasio harus berfungsi meniggalkan logika penguasaan dan memajukan seni hidup.
Untuk memerjuangkan masyarakt baru, secara konkret Marcuse menunjuk dua hal. Pertama, perlu sebisa mungkin orang mengurangi kekuasaan, yang menjadi konsentrasi kekuasaan dalam sistem yang mengurung selama ini. Kedua, mengurangi perkembangan yang berlebihan. Maksudnya, menolak kebutuhan-kebutuhan palsu, yang secara artifisual dibangkitkan oleh sistem produksi modern dan meninggalkan semua usaha untuk makin meningkatkan mutu kehidupan. Untuk memerjuangkan masyarakat kualitatif lain, oang harus mulai dengan mengurangi yang kuantitatif.
Hanya
sedikit orang yang bisa melepaskan diri dari prilaku dan pemikiran masyarat
industri maju ini. Marcuse menunjuk pada golongan-golongan marjinal, mereka
yang berada di pinggiran masyarakat sekarang. Mereka harus mengucapkan The
Great Refusal (Penolakan Akbar). Dalam Essay on Liberty Marcuse menyatakan
harapannya pada intelektual-intelektual muda dari golongan menengah.
Kemudian,
di beberapa karyanya selanjutnya Marcuse mengakui hak golongan oposisional
untuk menggunakan kekerasan. Alasan utamanya ialah, masyarakat berdimensi satu
senantiasa memakai kekerasan yang dilembagakan, dengan memaksa setiap orang
untuk menyesuaikan diri dengan status quo. Untuk menghadapinya hanya ada satu
jalan, yakni membalas dengan kekerasan. Tapi ia menekankan, yang dimaksud
dengan kekerasan tak lain daripada civil disobidience.
Bacaan yg menarik. Saya juga punya blog agar bisa bertukar pikiran. Nama blog saya Arsyad Die Linke. Ditunggu ya...😊
ReplyDelete