Sunday, 12 January 2014

METAFISIKA MARTIN HEIDEGGER : USAHA PENCARIAN "ADA"

Filled under:

Heidegger merupakan seorang filsuf yang banyak memberikan pengetahuan tentang pencarian ada. Dalam karya karyanya, ia seringkali memulainya dengan menawarkan pertanyaan pertanyaan tentang “What is?“: Apa yang disebut berfikir, apa yang disebut metafisika, dan apa itu filsafat. Dalam menanyakan pertanyaan “apa itu?”, Heidegger sebenarnya menginginkan kita untuk masuk pada jalur pemikiran yang akan membawa kita ke esensi dan dasar pemikirannya.
Be dan Beings
Untuk memahami konsep metafisika dari Martin Heidegger, kita harus melihat terlebih dahulu pembedaan ontologis antara beings dan Be itu sendiri. Heidegger memberikan contoh: bayangkan seseorang yang mau membeli buah- buahan. Ia ke pasar dan berkata kepada  pedagang buah, “saya ingin membeli buah pak” katanya. Si pedagang lalu menawarkan buah apel, mangga, melon, jeruk dan sebagainya. “tidak pak, saya mau membeli buah”, katanya lagi. Kalau kita berfikir seperti lazimnya, “buah” yang dicari itu adalah karakter paling umum dan paling mulia dari segala buah buahan yang ada. “buah” adalah nama generic dan umum yang merangkumi segala macam buah buahan yang ada. Apakah seperti itu yang dimaksud dengan pembedaan ontologis antara Be dan Beings? Bukan. Heidegger masih mencari sebuah ground yang lebih “underground” lagi.
Dalam skema metafisika biasa, beings merujuk pada semua yang ada di atas muka bumi ini, dan di semesta ini yang dilandasi pengertian bahwa Be berarti Pencipta, Ultima Ratio, dan Be sebagai Causa Sui. Sedangkan dalam skema pembedaan ontologis, antara beings dan Be sebagai Pencipta, Be sebagai Ultima Ratio, dan Be sebagai Causa Sui di situ masih ada relasi kausal antara keduanya. Dan sejauh Be-Pencipta, be-Ultima Ratio, Be-Causa Sui itu direpresentasikan, be itu malah diturunkan derajatnya menjadi sekadar “beings” seperti lainnya.
Pengertian Onto-Theologi
Metafisika pada umumnya membicarakan tentang ada sebagaimana ada-nya sendiri. Sebagai contoh, seekor binatang. Dalam ilmu ukur: binatang bisa dianalisis ada- nya dari beratnya, ukurannya, juga panjangnya; dari sudut palaentologi: bisa dicari nenek moyang dari binatang tersebut, dan dari sudut pandang lainnya. Metafisika tidak tertarik dengan sudut pandang particular tersebut. Metafisika mau mempertanyakan dan membahas “ada” nya sendiri dari binatang tersebut. Metafisika mencari ada sejauh ada.
Heidegger menunjukkan bahwa pada periode sejarah tertentu, metafisika memiliki struktur ontho-theo-logi. Maksudnya adalah setelah melampaui pembahasan tentang binatang dari sudut pandang particular, dan mencoba membahas ada-nya dalam dirinya sendiri, orang biasanya akan tiba pada sebuah ada yang paling umum/universal atau pada sebuah ada yang paling Ilahi. “ada” tersebut dijadikan sebagai sebab akhir atau sebagai “pengasal/ pencipta”. Ada sejauh “ada” diperlihatkan sebagai “yang paling umum” dalam arti sebagai yang “paling tinggi” atau yang “paling Ilahi”. Metafisika semacam itu bersifat onthologi dan theology. Dan semuanya itu dibungkus dalam sebuah wacana atau uraian yang benar. Itulah skema onto- teologi yang dideteksi Heidegger sebagai karakter inti metafisika barat.
Pembacaan Heidegger tentang “God is Dead”
Metafisika barat, bagi Heidegger, menemukan titik puncaknya dalam pemikiran Nietzsche yang ia sebut sebagai “metafisika terakhir”. Nietzsche, dalam pandangan Heidegger, membawa kita ke arah yang disebutnya sebagai nihilisme. Friedrich Nietzsche mengkritik dengan tajam konsepsi metafisika pada umumnya yang berpretensi menemukan Be dalam arti pencipta, causa sui atau ultima rasio. Nietzsche menulis bahwa “the highest concept of Western Metaphysics are the las wisps of evaporating reality”. Sementara di buku will to power, Nietzsche mengatakan bahwa yang disebut Be (atau being) hanyalah “fiksi yang dibutuhkan oleh orang orang yang loyo dan tidak berani menghadapi realitas yang selalu berubah”.
Meskipun setuju dengan pernyataan Nietzsche bahwa Tuhan sudah mati, namun Heidegger ingin memberi ruang bagi iman dan kepercayaan. Dalam esai Tuhan sudah Mati Heidegger mempertanyakan dengan sangat heran bahwa orang gila, yang diidentifikasi dengan Nietzsche yang mencari Allah ketika dia sudah tahu kematian Tuhan di tangan kita. Bagian ini hanya menegaskan kembali bahwa kita menemukan diri kita dalam dunia tanpa Allah.
Jadi, bagi Heidegger, Nietzsche tetap tegas menganut tradisi metafisik barat. 


Teknologi di mata Heidegger
Dalam kaitannya dengan teknologi, Heidegger membedakan dua jenis cara berfikir. Pertama, adalah berfikir secara kalkulatif, dan yang kedua adalah berfikir secara meditative. Berfikir secara kalkulatif adalah proses berfikir yang menyebabkan kelahiran teknologi, namun bagi Heidegger, cara berfikir seperti ini malah membuat manusia melupakan ada -nya, manusia hanya sibuk dengan hal teknis. Dalam hal ini, intelek manusia hanya dijadikan sebagai sarana untuk membuat hidup menjadi lebih hidup. Heidegger menambahkan dengan mengatakan bahwa fenomena seperti itu telah mereduksi roh menjadi intelek dengan demikian manusia tidak lagi memikirkan ada nya sendiri. Oleh karena itu Heidegger menawarkan satu cara berfikir yang lebih tinggi dan mulia yakni cara berfikir meditative. Kata meditative disini bukanlah meditative seperti yang ada dalam ranah keagamaan, namun dengan berfikir secara meditative Heidegger ingin menyerukan kepada setiap orang untuk lebih menyadari ada -nya.

Penutup
Heidegger sebagai seorang filsuf besar memang memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya filsafat dan metafisika. Begitu banyak karya yang telah ia hasilkan. Untuk mengerti alur pemikirannya tidaklah mudah, oleh karena itu sebagai usaha mencari ada, dan sebelum kita mendalami onto- theology Heidegger, kita harus mengerti terlebih dahulu pembedaan ontologis antara Be dan beings itu sendiri.
Jalan pikiran Heidegger dengan mencari ground yang lebih “underground” atau Heidegger menyebutnya dengan melampaui ada itu sendiri merupakan sebuah konsep pemikiran yang rumit tetapi dengan demikian Heidegger telah membuka jalan yang baru guna melihat keseluruhan dunia metafisis. Ia pun menggunakan istilah onto- teologi untuk membedakan metafisikanya dengan yang lain. Heidegger juga menawarkan kepada kita cara berfikir yang meditative. Menurutnya, cara berfikir kalkulatif membuat manusia semakin melupakan ada -nya. Oleh karena itu, Heidegger memberikan sebuah cara berfikir yang lain, yakni secara meditative. Yang dimaksud meditative disini bukanlah apa yang seringkali dipakai oleh agama.

2 comments:

  1. jadi ingat masa-masa kajian....btw,terimakasih telah berbagi

    ReplyDelete
  2. Makasih banyak kanda ..Atas Komentarnya

    ReplyDelete