Heidegger merupakan seorang filsuf yang banyak memberikan
pengetahuan tentang pencarian ada. Dalam karya karyanya, ia seringkali
memulainya dengan menawarkan pertanyaan pertanyaan tentang “What is?“: Apa yang disebut berfikir,
apa yang disebut metafisika, dan apa itu filsafat. Dalam menanyakan pertanyaan
“apa itu?”, Heidegger sebenarnya menginginkan kita untuk masuk pada jalur
pemikiran yang akan membawa kita ke esensi dan dasar pemikirannya.
Be dan Beings
Untuk memahami konsep metafisika dari Martin Heidegger, kita
harus melihat terlebih dahulu pembedaan ontologis antara beings dan Be itu
sendiri. Heidegger memberikan contoh: bayangkan seseorang yang mau membeli
buah- buahan. Ia ke pasar dan berkata kepada pedagang buah, “saya ingin
membeli buah pak” katanya. Si pedagang lalu menawarkan buah apel, mangga,
melon, jeruk dan sebagainya. “tidak pak, saya mau membeli buah”, katanya lagi.
Kalau kita berfikir seperti lazimnya, “buah” yang dicari itu adalah karakter
paling umum dan paling mulia dari segala buah buahan yang ada. “buah” adalah
nama generic dan umum yang merangkumi segala macam buah buahan yang ada. Apakah
seperti itu yang dimaksud dengan pembedaan ontologis antara Be dan Beings?
Bukan. Heidegger masih mencari sebuah ground yang lebih “underground” lagi.
Dalam skema metafisika biasa, beings merujuk pada semua yang
ada di atas muka bumi ini, dan di semesta ini yang dilandasi pengertian bahwa
Be berarti Pencipta, Ultima Ratio, dan Be sebagai Causa Sui. Sedangkan dalam
skema pembedaan ontologis, antara beings dan Be sebagai Pencipta, Be sebagai
Ultima Ratio, dan Be sebagai Causa Sui di situ masih ada relasi kausal antara
keduanya. Dan sejauh Be-Pencipta, be-Ultima Ratio, Be-Causa Sui itu direpresentasikan,
be itu malah diturunkan derajatnya menjadi sekadar “beings” seperti lainnya.
Pengertian Onto-Theologi
Metafisika pada umumnya membicarakan tentang ada sebagaimana
ada-nya sendiri. Sebagai contoh, seekor binatang. Dalam ilmu ukur: binatang
bisa dianalisis ada- nya dari beratnya, ukurannya, juga panjangnya; dari sudut
palaentologi: bisa dicari nenek moyang dari binatang tersebut, dan dari sudut
pandang lainnya. Metafisika tidak tertarik dengan sudut pandang particular
tersebut. Metafisika mau mempertanyakan dan membahas “ada” nya sendiri dari
binatang tersebut. Metafisika mencari ada sejauh ada.
Heidegger menunjukkan bahwa pada periode sejarah tertentu,
metafisika memiliki struktur ontho-theo-logi. Maksudnya adalah setelah
melampaui pembahasan tentang binatang dari sudut pandang particular, dan
mencoba membahas ada-nya dalam dirinya sendiri, orang biasanya akan tiba pada
sebuah ada yang paling umum/universal atau pada sebuah ada yang paling Ilahi.
“ada” tersebut dijadikan sebagai sebab akhir atau sebagai “pengasal/ pencipta”.
Ada sejauh “ada” diperlihatkan sebagai “yang paling umum” dalam arti sebagai
yang “paling tinggi” atau yang “paling Ilahi”. Metafisika semacam itu bersifat
onthologi dan theology. Dan semuanya itu dibungkus dalam sebuah wacana atau
uraian yang benar. Itulah skema onto- teologi yang dideteksi Heidegger sebagai
karakter inti metafisika barat.
Pembacaan
Heidegger tentang “God is Dead”
Metafisika barat, bagi Heidegger,
menemukan titik puncaknya dalam pemikiran Nietzsche yang ia sebut sebagai
“metafisika terakhir”. Nietzsche, dalam pandangan Heidegger, membawa kita ke
arah yang disebutnya sebagai nihilisme. Friedrich Nietzsche mengkritik dengan
tajam konsepsi metafisika pada umumnya yang berpretensi menemukan Be dalam arti
pencipta, causa sui atau ultima rasio. Nietzsche menulis bahwa “the highest concept of Western Metaphysics
are the las wisps of evaporating reality”. Sementara di buku will to power,
Nietzsche mengatakan bahwa yang disebut Be (atau being) hanyalah “fiksi yang
dibutuhkan oleh orang orang yang loyo dan tidak berani menghadapi realitas yang
selalu berubah”.
Meskipun setuju dengan pernyataan
Nietzsche bahwa Tuhan sudah mati, namun Heidegger ingin memberi ruang bagi iman
dan kepercayaan. Dalam esai Tuhan sudah Mati Heidegger mempertanyakan dengan
sangat heran bahwa orang gila, yang diidentifikasi dengan Nietzsche yang
mencari Allah ketika dia sudah tahu kematian Tuhan di tangan kita. Bagian ini
hanya menegaskan kembali bahwa kita menemukan diri kita dalam dunia tanpa
Allah.
Jadi, bagi Heidegger, Nietzsche tetap tegas menganut tradisi metafisik barat.
Jadi, bagi Heidegger, Nietzsche tetap tegas menganut tradisi metafisik barat.
Teknologi
di mata Heidegger
Dalam kaitannya dengan teknologi,
Heidegger membedakan dua jenis cara berfikir. Pertama, adalah berfikir secara
kalkulatif, dan yang kedua adalah berfikir secara meditative. Berfikir secara
kalkulatif adalah proses berfikir yang menyebabkan kelahiran teknologi, namun
bagi Heidegger, cara berfikir seperti ini malah membuat manusia melupakan ada
-nya, manusia hanya sibuk dengan hal teknis. Dalam hal ini, intelek manusia
hanya dijadikan sebagai sarana untuk membuat hidup menjadi lebih hidup.
Heidegger menambahkan dengan mengatakan bahwa fenomena seperti itu telah
mereduksi roh menjadi intelek dengan demikian manusia tidak lagi memikirkan ada
nya sendiri. Oleh karena itu Heidegger menawarkan satu cara berfikir yang lebih
tinggi dan mulia yakni cara berfikir meditative. Kata meditative disini
bukanlah meditative seperti yang ada dalam ranah keagamaan, namun dengan
berfikir secara meditative Heidegger ingin menyerukan kepada setiap orang untuk
lebih menyadari ada -nya.
Penutup
Heidegger sebagai seorang filsuf
besar memang memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya filsafat dan metafisika. Begitu banyak karya yang telah
ia hasilkan. Untuk mengerti alur pemikirannya tidaklah mudah, oleh karena itu
sebagai usaha mencari ada, dan sebelum kita mendalami onto- theology Heidegger,
kita harus mengerti terlebih dahulu pembedaan ontologis antara Be dan beings
itu sendiri.
Jalan pikiran Heidegger dengan
mencari ground yang lebih “underground” atau Heidegger menyebutnya dengan
melampaui ada itu sendiri merupakan sebuah konsep pemikiran yang rumit tetapi
dengan demikian Heidegger telah membuka jalan yang baru guna melihat
keseluruhan dunia metafisis. Ia pun menggunakan istilah onto- teologi untuk
membedakan metafisikanya dengan yang lain. Heidegger juga menawarkan kepada
kita cara berfikir yang meditative. Menurutnya, cara berfikir kalkulatif
membuat manusia semakin melupakan ada -nya. Oleh karena itu, Heidegger
memberikan sebuah cara berfikir yang lain, yakni secara meditative. Yang
dimaksud meditative disini bukanlah apa yang seringkali dipakai oleh agama.
jadi ingat masa-masa kajian....btw,terimakasih telah berbagi
ReplyDeleteMakasih banyak kanda ..Atas Komentarnya
ReplyDelete