Baru-baru ini kita dikejutkan oleh
peristiwa dikepungnya rumah seorang Komisaris Polisi yang bernama Patahuddin oleh
Ratusan warga di daerah Tinumbu Kel.Pannampu Kec.Tallo kota Makassar , yang
disebabkan oleh aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum Perwira Polisi ini
terhadap seorang warga yang bernama Mukhtar. Kompol Patahuddin marah
karena Mukhtar memarkir mobil didepan
rumahnya sehingga Mukhtar dipukuli dan ditampar dan akhirnya Mukhtar melaporkannya kepada warga sekitar .
Ratusan Warga sekitar kemudian datang mengepung dan menyerang rumah Kompol
Patahuddin dengan beringas. Pada akhirnya Polisi harus menembakkan gas air mata
untuk mengevakuasi Kompol Patahuddin dari massa yang semakin liar. Kompol
Patahuddin memang dikenal sangat ringan tangan dan kerap melakukan aksi kekerasan
terhadap warga sekitar dimana pada akhirnya kekesalan warga memuncak dalam
peristiwa tersebut.
Seorang Polisi memang punya sebuah
“kuasa” untuk mengendalikan ketertiban masyarakat namun “Kuasa” itu harus
berjalan dalam koridornya. Aparat kita tampaknya lebih banyak menggunakan
“Kuasa” nya untuk konstruksi dan konsumsi pribadi yang kebanyakan melalui
terror dan kekerasan. Kompol Patahuddin adalah sebuah representasi dari sebuah
narasi besar dalam kehidupan bermasyarakat yaitu terror(ancaman) dan kekerasan
. Sebagai Apparatus kenegaraan Kompol Patahuddin mungkin merasa bahwa status
sosialnya itu lebih tinggi daripada masyarakat sekitarnya sehingga dia dengan
congkak mengatur lalu lintas Hukum bagi masyarakat . Kompol Patahuddin adalah
satu dari sekian banyak contoh aparat yang bertindak seakan-akan hukum ada
dikedua tangannya. Hukum bukanlah milik seorang aparat , hukum adalah representasi
dari kedaulatan rakyat apalagi seorang aparat adalah pelayan bagi
berlangsungnya kedaulatan rakyat itu . Hukum tunduk pada tempat darimana dia
berasal yaitu rakyat yang berdaulat , maka sangat aneh apabila ada oknum yang
merasa memiliki hukum itu dan memperlakukan hukum itu seperti sebuah pisau
untuk memotong siapa saja hanya karena statusnya sebagai aparat penegak hukum. Mental
teladan aparat kita sudah tereduksi dan bertransformasi menjadi mental penjajah
dimana aparat kita dengan seenaknya memperlakukan hukum sebagai alat yang
mengabdi bagi kepentingan dirinya. Itulah cermin absolutisme aparat , pada yang
absolut maka kekuasaan akan diperlakukan secara pribadi dan pada yang absolut,
Kekuatan akan digunakan untuk menindas yang lemah.
“Kedaulatan rakyat”, adalah kata yang
tepat untuk mewakili kekuatan besar yang membuat massa bergerak dan melakukan
perlawanan terhadap perbuatan Kompol Patahuddin. People power yang luar biasa
ini bergerak keluar dari dalam kesadaran masyarakat dan terwujud dalam gerakan
untuk melawan yang “Berkuasa” . Dalam diri rakyat ada sebuah narasi kecil yaitu
“Keinginan untuk lepas dari Sang Absolut-Otoriter” dan Narasi itu bergabung
dengan narasi kecil yang sama dengan ratusan pemilik narasi kecil lain (Rakyat)
sehingga berubah menjadi “Kesadaran emansipatoris” yaitu kesadaran untuk bebas
dari belenggu penindasan . Perbuatan Kompol Patahuddin yang kerap melakukan
tindakan kekerasan dan ancaman terhadap warga , menyisakan sebuah lubang yang
dalam dalam kesadaran warga disekitarnya, lubang itupun terisi dengan berbagai
macam derita dan cerita tentang ketertindasan. Cerita dan derita itu mengisi
hari-hari warga dan saling merangkai satu sama lain dengan narasi kecil untuk
lepas dari “Yang Berkuasa”. Jalinan cerita dan derita itu menjadi sebuah
endapan yang sangat tebal dalam kesadaran diri warga , sampai pada akhirnya
endapan itu sudah memenuhi kesadarannya sehingga endapan itu tumpah menjadi
sebuah perlawanan.
Aksi = Reaksi , begitulah kira-kira
bunyi salah satu hukum Fisika Newton , Tindakan Kompol Patahuddin yang
mengancam dan represif terhadap warga sekitar membuat warga sekitar juga melakukan hal yang sama
terhadap kompol Patahuddin . Massa mengepung dan melakukan tindakan represif
terhadap Kompol Patahuddin, Aset-aset yang lain seperti Rumah dan Mobil juga
menjadi bulan-bulanan warga. Bagi warga , itu adalah harga yang harus dibayar
mahal bagi terror dan kekerasan yang mereka alami sekian lama. Berbagai lapisan
masyarakat terlarut dalam sebuah “Imagine Society” atau “Masyarakat Pikiran”
dimana warga yang berbeda secara struktural dan Kultural bergabung dalam sebuah
gerakan massa yang dipersatukan oleh sebuah endapan kesadaran dan berubah
menjadi sebuah “People Power” atau “Kedaulatan Rakyat”.
Katalisator dalam Bidang Kimia adalah
suatu zat yang mempercepat reaksi , dalam Narasi Kompol Patahuddin ,
Perbuatannya yang menganiaya Mukhtar hanya karena memarkir mobil didepan
rumahnya menjadi Katalisator dari kesadaran warga sekitar. Bak gayung
bersambut, dari laporan itu kesadaran warga bertransformasi menjadi sebuah
“People Power”. Narasi kecil itu menyeruak ke permukaan dan menjadi sebuah
kekuatan yang sangat besar. Keberanian dan Kekuatan itu hadir melalui sebuah
“pemikiran” yang telah melalui cerita yang sangat panjang , ibarat bara api
yang menyala akibat sebuah letupan kecil. Mungkin Kompol Patahuddin tak mengira
hal ini akan terjadi , tapi yakinlah apa yang ditanam maka itu pula lah yang
akan kita tuai. Tindakan-tindakannya menjadi sebuah benih dalam kesadaran warga
yang tumbuh dan berkembang selaras dengan perbuatan-perbuatannya yang lain dari
waktu ke waktu sampai pada akhirnya benih itu tumbuh dan berbuah menjadi “Buah
Perlawanan”.
Ini adalah sebuah pelajaran bagi para
“Pemegang Kuasa” bahwa “kekuasaan” semata-mata mengabdi pada kepentingan rakyat
. Domain dari sebuah “kekuasaan” adalah “kedaulatan rakyat” oleh karenanya
kekuasaan harus kembali kepada rakyat pula. Seandainya Kompol Patahuddin
menjadi seorang warga sekaligus perwira polisi yang semata-mata melayani
kepentingan rakyat disekitarnya maka peristiwa ini tak akan terjadi. Aparat
harus sadar bahwa rakyat membiayai pajak bukan untuk membuat aparat
memperlakukannya seenaknnya tapi untuk melayaninya dengan baik .Aparat harus
sadar bahwa kehidupannya ada karena ditunjang oleh biaya yang dikeluarkan oleh
rakyat dimana Hak dan Kewajiban harus ditempatkan dalam koridornya
masing-masing. Bagi rakyat , ini membuktikan bahwa mereka betul-betul punya
sebuah “Power” untuk membuat para “Pemegang Kuasa” ingat bahwa ada kekuatan
besar didalam sana yang siap keluar kapan saja ketika “Kekuasaanya” tidak
digunakan sesuai dengan semestinya. Hanya dengan sedikit dorongan dan
katalisasi maka semuanya akan menjadi mungkin.